Empat Pulau Pindah ke Sumatera Utara, Aceh Tempuh Jalur Non-litigasi | IVoox Indonesia

June 15, 2025

Empat Pulau Pindah ke Sumatera Utara, Aceh Tempuh Jalur Non-litigasi

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem (tengah) saat memberikan keterangan terkait keputusan bersama terkait advokasi sengketa pulau dengan Sumatera Utara usai melaksanakan rapat bersama dengan DPR Aceh, Forbes DPD-DPR RI asal Aceh serta stakeholder lainnya, di Meuligoe Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Jumat malam (13/6/2025 (ANTARA/Rahmat Fajri)

IVOOX.id – Pemerintah Aceh bersama unsur DPR Aceh dan DPR/DPD RI asal Aceh menyepakati penyelesaian polemik empat pulau yang kini dimasukkan pemerintah pusat ke Sumatera Utara, lewat jalur non-litigasi atau di luar pengadilan.

"Empat pulau itu hak kita, wajib kita pertahankan, pulau itu milik kita, milik Aceh," kata Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, di Banda Aceh, Jumat litigasi (13/6/2025) malam, dikutip dari Antara.

Pernyataan itu disampaikan Mualem usai melaksanakan rapat bersama dengan DPR Aceh, Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, Bupati Aceh Singkil, ulama hingga akademisi Aceh, terkait penyelesaian permasalahan empat pulau di Aceh Singkil tersebut.

Mualem menegaskan, ada tiga langkah yang bakal ditempuh untuk menyelesaikan sengketa pulau itu, pertama secara kekeluargaan, administratif, dan politis. Intinya, Kemendagri harus mengembalikan empat pulau itu ke Aceh.

"Pertama pendekatan secara kekeluargaan dan juga administratif dan politik," ujarnya.

Selain itu, kesepakatan rapat bersama malam ini juga memutuskan bahwa Aceh tidak bakal membawa masalah pulau tersebut ke ranah pengadilan dalam hal ini menggugat Keputusan Menteri Dalam Negeri ke PTUN (pengadilan tata usaha negara).

Mualem menuturkan, rapat malam ini juga sudah menetapkan surat keberatan kepada Mendagri Tito Karnavian terkait keputusan yang memberikan pulau Aceh itu kepada Sumatera Utara.

"Poinnya (surat keberatan) itu, pertama hak kita, bukti dan data hak kita, kemudian secara historis hak kita. Secara penduduk kita, secara geografis hak kita, saya rasa seperti itu, itu saja kita pertahankan," katanya.

Selain mengajukan surat keberatan untuk Mendagri, Mualem juga bakal mengikuti rapat bersama Mendagri untuk membahas permasalahan pulau tersebut, direncanakan berlangsung tanggal 18 Juni 2025.

Dirinya menegaskan, jika upaya ini tidak menemukan kesepakatan atau pulau tersebut tidak dikembalikan untuk Aceh. Maka, selanjutnya bakal disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Itu langkah terakhir (bertemu Presiden), Insya Allah, itu tahap terakhir. Jika semuanya tidak mempan, Alhamdulillah, saya yakin (Presiden) berkomitmen untuk Aceh, seperti itu. Insya Allah kita doakan bersama," ujarnya.

Di sisi lain, Mualem juga menegaskan bahwa dirinya tidak mau bertemu Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution untuk membahas masalah empat pulau tersebut.

"Tidak kita bahas, bagaimana kita duduk bersama (Gubernur Sumut), itu kan hak kita, kepunyaan kita, milik kita, wajib kita pertahankan, itu saja," kata Mualem.

Sementara itu, perwakilan Forbes DPD-DPR RI asal Aceh, TA Khalid menyatakan mereka sudah bersepakat bahwa empat pulau itu memang benar milik Aceh berdasarkan bukti-bukti yang ada, baik sejarah maupun dokumennya.

"Bukti-bukti sejarah dan lain sebagainya, empat pulau itu sah untuk kita (Aceh). Maka kami bersepakat untuk mempertahankan, dan wajib dikembalikan," katanya.

Dirinya menekan bahwa Aceh juga tidak akan membawa masalah ini ke PTUN karena memang empat pulau tersebut sah kepunyaan Aceh.

"Tidak usah, ngapain ke PTUN, milik kita itu. Dan kita sudah sepakat melakukan langkah administratif, dan politis," demikian TA Khalid.

Seperti diketahui, permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.

Adapun empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. 

Kemudian, Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

Keputusan Kemendagri itu, menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Aceh Sebut Kesepakatan 1992

Pemerintah Aceh menegaskan seharusnya Kemendagri menjadikan kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992 sebagai rujukan penetapan status kepemilikan empat pulau yang kini menjadi polemik tersebut.

"Bahwa keempat pulau itu sah statusnya dimiliki Aceh dengan mengacu pada kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut yang disaksikan Mendagri saat itu," kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, di Banda Aceh, Kamis (12/6/2025), dikutip dari Antara.

Tanggapan itu disampaikan Syakir merespons alasan yang disampaikan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, pada Rabu (11/6/2025) yang menyatakan batas wilayah darat menjadi patokan pengambilan keputusan penetapan status kepemilikan empat pulau tersebut.

Seperti diketahui, permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.

Adapun empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

Kemudian, Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

Keputusan Kemendagri itu, menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

“Harusnya ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada 1992 yang sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur yang mengubah garis batas laut tersebut,” ujarnya.

Syakir mengatakan, jika mengacu pada perspektif geografis, memang benar adanya empat pulau itu lebih dekat dengan Sumatera Utara dalam hal ini Kabupaten Tapanuli Tengah.

Namun, karena adanya kesepakatan 1992 antar dua gubernur, dan disaksikan Mendagri Rudini pada kala itu, maka kesepakatan 1992 ini menjadi acuan dalam penegasan batas laut, sekaligus kepemilikan empat pulau tersebut.

Syakir mengingatkan, pada Permendagri 141 Tahun 2017 tentang penegasan batas daerah, pada Pasal 3 ayat (2) huruf f, disebutkan dokumen penegasan batas daerah antara lain, kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat Pemda berbatasan.

Dalam lampiran Permendagri dimaksud, juga diterangkan tahapan penegasan batas daerah di laut melalui pengecekan di lapangan dengan mengumpulkan semua dokumen terkait penentuan batas daerah di laut seperti peta dasar dan dokumen lain yang disepakati para pihak.

Kemudian, dilakukan pelacakan batas dengan pemasangan titik acuan berupa pilar atau langsung didirikan pilar batas permanen pada titik acuan. Selanjutnya, dilakukan pemasangan pilarnya.

“Perintah regulasi itu sudah jauh hari dilakukan Aceh dan Sumut berdasarkan kesepakatan bersama tahun 2002 antara Tim Penegasan Batas Daerah Aceh dan Sumut,” tegasnya.

Dirinya menambahkan, terkait kesepakatan batas darat, juga sudah pernah dijelaskan dalam surat Gubernur Aceh pada 4 Juli 2022. Surat ini, tanggapan terhadap surat Gubernur Sumut Nomor 125/6614 terkait kepemilikan empat pulau.

"Dalam surat Gubernur Aceh tertanggal 4 Juli 2022 tersebut juga sudah disampaikan terkait kronologis pelaksanaan pembakuan nama Rupabumi 2008 dilakukan secara terpisah antara Sumut dengan Aceh," demikian Syakir.

0 comments

    Leave a Reply